via: qqxxzx.com |
Asal Usul
Kelahiran
sebuah ilmu tidak dapat dispisahkan dari peranan filsafat, Berbicara asal
muasal filsafat ilmu tentu tidak akan lepas dari filsafat Yunani Kuno dan
aliran yang dianutnya, dimana perkembangan Filsafat dimulai dari Yunani dan
filsafat yang tertua juga dari Yunani. Tidak lain dan tidak bukan termasuk filsafat
Ilmu juga demikian. Pemikiran manusianya yang tertata, dibanding bangsa lain
pada masa itu, oleh karenanya kiblat ilmupun berasal dari kota itu.
Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka.
Awal Mula Filsafat Di Indonesia
Filsafat Indonesia adalah sebutan umum untuk tradisi kefilsafatan yang
dilakukan oleh penduduk yang mendiami wilayah yang belakangan disebut
Indonesia. Filsafat Indonesia diungkap dalam berbagai bahasa yang hidup dan
masih dituturkan di Indonesia (sekitar 587 bahasa) dan 'bahasa persatuan' Bahasa
Indonesia, meliputi aneka mazhab pemikiran yang menerima pengaruh Timur dan
Barat, disamping tema-tema filosofisnya yang asli.
Istilah Filsafat Indonesia berasal dari
judul sebuah buku yang ditulis oleh M.
Nasroen, seorang Guru Besar Luar-biasa bidang Filsafat di Universitas Indonesia,
yang di dalamnya ia menelusuri unsur-unsur filosofis dalam kebudayaan Indonesia.
Semenjak itu, istilah tersebut kian populer dan mengilhami banyak penulis
sesudahnya seperti Sunoto, R.
Parmono, Jakob
Sumardjo, dan Ferry Hidayat.
Sunoto, salah seorang Dekan Fakultas Filsafat di Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta, menggunakan istilah itu pula untuk menyebut suatu jurusan baru di
UGM yang bernama Jurusan Filsafat Indonesia. Sampai saat ini,
Universitas Gajah Mada telah meluluskan banyak alumni dari jurusan itu.
Para pengkaji Filsafat Indonesia mendefinisikan kata
'Filsafat Indonesia' secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam
lingkup kajian Filsafat Indonesia. M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi
kata itu. Ia hanya menyatakan bahwa 'Filsafat Indonesia' adalah bukan Barat dan
bukan Timur, sebagaimana terlihat dalam konsep-konsep dan praktik-praktik asli
dari mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum
adat, gotong-royong, dan kekeluargaan (Nasroen
1967:14, 24, 25, 33, dan 38).
Sunoto
mendefinisikan 'Filsafat Indonesia' sebagai ...kekayaan budaya bangsa
kita sendiri...yang terkandung di dalam kebudayaan sendiri (Sunoto
1987:ii),
sementara Parmono mendefinisikannya sebagai ...pemikiran-pemikiran...yang
tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah (Parmono
1985:iii).
Sumardjo mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' sebagai...pemikiran
primordial... atau pola pikir dasar yang menstruktur seluruh
bangunan karya budaya... (Jakob Sumardjo 2003:116).
Keempat penulis tersebut memahami filsafat sebagai bagian
dari kebudayaan dan tidak membedakannya dengan kajian-kajian budaya dan antropologi.
Secara kebetulan, Bahasa Indonesia sejak awal memang tidak
memiliki kata 'filsafat' sebagai entitas yang terpisah dari teologi, seni,
dan sains.
Sebaliknya, orang Indonesia memiliki kata generik,
yakni, budaya atau kebudayaan, yang meliputi
seluruh manifestasi kehidupan dari suatu masyarakat. Filsafat, sains, teologi,
agama, seni, dan teknologi semuanya merupakan wujud kehidupan suatu masyarakat,
yang tercakup dalam makna kata budaya tadi.
Biasanya orang Indonesia memanggil filsuf-filsuf mereka
dengan sebutan budayawan (Alisjahbana 1977:6-7). Karena itu,
menurut para penulis tersebut, lingkup Filsafat Indonesia terbatas pada
pandangan-pandangan asli dari kekayaan budaya Indonesia saja. Hal ini dipahami
oleh pengkaji lain.
Ferry Hidayat, seorang lektur pada Universitas
Pembangunan Nasional (UPN) 'Veteran' Jakarta, sebagai 'kemiskinan filsafat'.
Jika Filsafat Indonesia hanya meliputi filsafat-filsafat etnik asli, maka
tradisi kefilsafatan itu sangatlah miskin. Ia memperluas cakupan Filsafat
Indonesia sehingga meliputi filsafat yang telah diadaptasi dan yang telah
'dipribumikan', yang menerima pengaruh dari tradisi filosofis asing.
Sumber:
academia.edu
Wikipedia.org
No comments :
Post a Comment