Siapa yang tidak kenal
dengan Ali bin Abi Thalib, sosok yang
dikagumi oleh banyak orang ini merupakan saudara sekaligus sahabat Rasulullah
SAW. Beliau merupakan salah seorang sahabat yang telah dijamin masuk surga, berdasarkan
hadist berikut:
“Dari Abdurrahman bin ‘Auf,
dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Abu Bakr di syurga, Umar di syurga,
Utsman di syurga, Ali di syurga, Thalhah di syurga, Az Zubair di syurga,
Abdurrahman bin ‘Auf di syurga, Sa’d di syurga, Sa’id di syurga, dan Abu
Ubaidah ibnul Jarrah di syurga.” [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]
Ali adalah nama yang diberikan langsung oleh Rasulullah yang
sebelumnya beliau sempat dinamai oleh ibunya Asad dan Haidar sedangkan ayahnya juga
pernah memberikan nama kepada Ali kecil yaitu Zaid, Sayyidina Ali lahir pada
tanggal 13 Rajab, sekitar 610 M, yakni 23 tahun sebelum Hijrah. Sayyidina Ali
sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW, beliau
merawat sepupu kecilnya ini dan menamainya Ali, serta mengatakan bahwa ini
adalah nama yang ditetapkan Allah untuknya. Diantara sekian kunyah-nya
(nama panggilan yang mengungkapkan rasa hormat), yang paling terkenal
adalah Abul Hasan, Abus Sibtain dan Abu
Turab. Gelar-gelarnya adalah Murtadha(yang terpilih), Amirul
Mukminin (Pemimpin kaum Mukmin), Imamul Muttaqin (Imam
orang-orang bertakwa).
Ibn Abil Hadid, pensyarah
kitab Nahjul Balaghah mengutip perkataan Ibn Abbas. Kata
Abbas, “Pernah aku bertanya kepada ayahku: ‘Ayah, sepupuku Muhammad
memiliki banyak anak, yang semuanya meninggal ketika masih kecil, siapa
diantara mereka yang paling dicintai?’ Ayahnya menjawab, “Ali bin
Abi Thalib.” Aku berkata, “Ayah, yang aku tanyakan tentang
anak-anaknya?” Dia menjawab, “Nabi Muhammad SAW mencintai Ali
lebih dari mencintai seluruh putranya. Ketika Ali masih kecil, aku tak pernah
melihat dia terpisah dari Muhammad barang setengah jam sekalipun, kecuali kalau
Nabi SAW bepergian untuk beberapa urusan. Aku tidak pernah melihat seorang ayah
mencintai anaknya sebesar Nabi SAW mencintai Ali dan aku tidak pernah melihat
seorang anak sedemikian patuh, sedemikian lengket dan mencintai ayahnya seperti
Ali mencintai Nabi SAW.”
Ali bin Abi Thalib mulai bertindak sebagai
pengawal Nabi SAW bahkan ketika usia 14 tahun. Para pemuda Quraisy, atas anjuran
orang tua mereka, sering melempari Nabi dengan batu. Ali memenuhi tugas sebagai
pembela Nabi. Dia jatuhkan para pemuda itu, merobek hidung satu musuh,
merontokkan gigi musuh lainnya serta membanting yang lainnya. Dia sering
bertarung melawan orang-orang yang lebih tua darinya. Dia sendiri sering
terluka, tapi dia tidak pernah meninggalkan tugas yang dia pilih sendiri.
Selang beberapa hari, dia mendapat nama panggilan Qadhim (pembanting)
dan tidak seorang pun berani melempar sesuatu kepada Nabi ketika Ali
mendampinginya dan dia tidak akan pernah membiarkan Nabi pergi sendirian.
Pengorbanannya pada malam menjelang hijrah dan perjungannya di seluruh medan
tempur adalah bukti nyata kecintaannya yang amat mendalam kepada Nabi SAW.(lihat:
buletinmitsal.wordpress.com. diakses 5 September 2016)
Ketika Nabi Muhammad SAW
menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah
lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya
setelah Khadijah istri
nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah
wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi Muhammad SAW, karena
sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini berkelanjutan
hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian
kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality
dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau
yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang
diajarkan nabi khusus kepada dia tapi tidak kepada Murid-murid atau
Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau
hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua
yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara
masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari nabi
kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau
syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang
pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.(lihat:
Wikipedia.Org.Diakses 5 September 2016)
Ali Bin Abi Thalib atau lebih
dikenal dengan sebutan Sayyidina Ali, beliau adalah sosok yang sangat bijaksana
dalam melakukan tindakan apapun, hal ini dapat kita lihat ketika dalam
peperangan, Talha ibn Abi Talha bukan hanya musuh sengit Islam, tapi juga musuh
Nabi SAW dan Sayyidina Ali. Upayanya untuk mencelakakan kedua orang ini serta
misinya sudah menjadi fakta historis.Dalam perang Uhud, dia adalah
pengusung panji pasukan Quraisy. Ali menghadapi dia dan berduel dengannya,
menyerang dia dengan pukulan telak hingga terhuyung-huyung dan jatuh
tersungkur. Ali meninggalkannya dalam keadaan terjatuh. Banyak panglima Muslim
memerintahkan agar Ali menghabisinya, dengan mengatakan bahwa dia adalah
musuhnya yang paling jahat. Ali menjawab: “Musuh atau bukan musuh,
sekarang dia tidak berdaya, dan aku tidak bisa menyerang seseorang yang tidak
berdaya. Jika dia bisa bertahan biarkan saja dia hidup selagi masih berumur.” Dalam
Perang Jamal, di tengah pertempuran budaknya Qambar membawa sedikit air dan
berkata: Tuanku, matahari amat panas dan Anda masih terus akan
bertempur, meminum segelas air dingin ini bisa menyegarkan Anda? Dia
melihat sekitarnya dan menjawab: “Bisakah aku minum ketika
beratus-ratus orang mati terkapar dan sekarat karena kehausan dan terluka
parah? Daripada membawakan air untukku, bawa sedikit orang dan kasih minum setiap
orang yang terluka ini.” Qambar menjawab: “Tuanku, mereka
semuanya musuh kita.” Dia berkata:“Mungkin mereka musuh kita, tapi
mereka manusia. Pergilah dan rawat mereka.”(Op Cit.)
Ali bin Abi Thalib mempunyai
istri beberapa orang istri, Ali menikah lagi dengan istri yang lain setelah wafat nya Fatimah az-Zahra.
Berikut nama-nama para istrinya.
- Fatimah az-Zahra
- Khawlah binti Ja'far al-Hanafiah
- Al-Sahba' binti Rabi'ah
- Umamah binti Zainab
- Ummu Banin fatimah binti Hizam bin
Khalid
- Laila binti Mas'ud bin Khalid At-Tamim
- Asma' binti Umais
- Ummu Sa'id binti Urwah bin mas'ud
- Ash-Shahba' Ummu Habibah binti Zam'ah
- Mahyat binti Imru'u Al-qias bin Adi
Banyak keturunan Ali yang tewas
terbunuh dalam Pertempuran Karbala. Keturunannya yang masih
ada saat ini merupakan para keturunan dari Hasan dan Husain (anak Fatimah),
Muhammad bin al-Hanafiyah (anak Haulah), Abbas (anak Ummul Banin), dan Umar
(anak Sahba).
Keturunan Ali melalui
Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid,
yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab,
Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan.
Sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.
Keturunan Ali secara kesuluruhan dari para istrinya dikenal sebutan
dengan Alawiyin
atau Alawiyah.(Op Cit)
Sumber:
Wikipedia.org
buletinmitsal.wordpress.com.
No comments :
Post a Comment