Sumber: www.iwanttotravelcheap.com |
Ajaran dari kaum monarkomaken tersebut, khususnya ajaran
dari Johannes Althusius, diteruskan oleh para sarjana dari aliran hukum alam,
tetapi yang terakhir ini mencapai kesimpulan baru, yaitu bahwa semula
individu-individu itu dengan melalui perjanjian masyarakat membentuk
masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para individu itu menyerahkan
kekuasaannya, yang selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaan
tersebut kepada raja. Jadi sesungguhnya raja itu mendapatkan kekuasaannya dari
individu-individu tersebut.
Sekarang persoalannya timbul lagi, yaitu dari manakah
individu-individu itu mendapatkan kekuasaannya ? sebab mereka ini harus
mempunyai terlebih dahulu sebelum dapat memberikan kekuasaan itu kepada raja.
Jawaban mereka ialah bahwa individu-individu tersebut mendapatkan kekuasaan itu
dari hukum alam. Ingat disini yang dimaksud adalah hukum alam dari abad ke XVII
dan abad Ke XVIII, bukan hukum alam dari kaum monarkomaken tadi.
Jadi hukum alam inilah kalau begitu yang menjadi dasar daripada
kekuasaan raja, maka dengan demikian kekuasaan raja lalu dibatasi oleh hukum
alam, dan oleh karena raja tadi mendapatkan kekuasaannya dari rakyat, maka
kalau demikian yang mempunyai kekuasaan tertinggi itu adalah rakyat, jadi yang
berdaulat itu adalah rakyat, raja itu hanya merupakan pelaksana dari apa yang
telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat. Maka timbul idea baru tentang
kedaulatan, yaitu kedaulatan rakyat, yang antara lain dipelopori, atau malahan
orang mengatakan diciptakan oleh J.J. Roussea. Yang ajarannya telah diuraikan
pada waktu membicarakan ajaran hukum alam.
Tetapi baiklah kiranya perlu diingat kembali bahwa yang
dimaksud dengan rakyat oleh Rousseau itu bukanlah penjumlahan daripada individu-individu
itu, melainkan adalah kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu itu, dan
yang mempunyai kehendak, kehendak mana diperolehnya dari individu-individu
tersebut melalui perjanjian masyarakat, yang oleh Rousseau kehendak tadi
disebut kehendak umum atau volonte generale, yang dianggap mencerminkan
kekuasaan atau kehendak umum. sebab kalau yang dimaksud dengan rakyat itu
adalah penjumlahan dari pada individu-individu di dalam negara itu, maka
kehendak yang ada padanya bukanlah kehendak umum atau volonte generale,
malainkan volonte de tous.
Maka apabila dalam suatu negara pemerintahan itu di pegang
oleh beberapa atau segolongan orang, yang sebetulnya ini merupakan kesatuan
tersendiri didalam negara itu, dan yang mempunyai kehendak tersendiri yang disebut
volonte de corps, akibatnya volonte generale ini akan jatuh bersamaan dengan
volonte de corps tadi. Dan apabila pemerintahan itu hanya dipegang oleh satu
orang tunggal saja, yang orang ini juga mempunyai kehendak tersendiri yang
disebut volonte particuliere, maka akibatnya volonte generale akan jatuh
bersamaan dengan volonte particuliere itu.
Jadi kalau begitu pemerintahan itu
harus dipegang oleh rakyat, setidak-tidaknya rakyat itu mempunyai perwakilan di
dalam pemerintahan agar volonte generale tadi dapat terwujudkan.
Selain itu perlu juga diingat bahwa yang dimaksud oleh
Rousseau dengan kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya adalah cara atau sistem
yang bagaimanakah pemecahan suatu soal itu menurut cara atau sistem tertentu
yang memenuhi kehendak umum . Jadi kehendak umum itu hanyalah khayalan saja
yang bersifat abstrak, dan kedaulatan itu adalah kehendak umum itu.
Teori kedaulatan rakyat ini anatara lain juga diikuti oleh
Immanuel Kant, yaitu yang mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk
menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada para warganegaranya. Dalam
pengertian bahwa kebebasan di sini adalah kebebasan dalam batas-batas
perundang-undangan, sedangkan undang-undang di sini yang berhak membuat adalah
rakyat itu sendiri. Maka kalau begitu undang-undang itu adalah merupakan
penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili
kekuasaan tertinggi, atau kedaulatan.
Sebagai kesimpulan daripada pembicaraan tentang
souvereiniteit ini adalah, bahwa kiranya orang tidak perlu terlalu
menteoritiser ada pada siapakah kedaulatan itu sehari-harinya dilaksanakan,
karena yang kita usahakan adalah apa yang dilaksanakan. Misalnya saja sesuatu
negara itu menganut teori kedaulatan rakyat, dan itu ketentuannya dicantumkan
didalam undang-undang dasar daripada negara tersebut. Kalau pada suatu waktu
ketentuan tersebut diubah menjadi kedaulatan hukum, dan rakyat tidak diberi
tahu, maka ya tidak akan mengetahui dan merasa bahwa kedaulatan yang dianut
oleh negara itu telah diubah. Orang atau rakyat baru akan tahu apabila itu
telah dilaksanakan.
Tentang pengesahan kekuasaan. Ini adalah persoalan
bagaimanakah kita dapat mengakui kekuasan organisasi negara tersebut terhadap
diri kita sendiri. Terhadap persoalan ini, yaitu persoalan terhadap legitimasi
daripada kekuasaan negara, kita tidak dapat mengadakan dasar-dasar yang
hipotesis, oleh karena kita dapat mengakui atau tidak terhadap kekuasaan
tersebut, itu sangat tergantung pada cara bagaimanakah organisasi negara itu
sendiri dalam melakukan kekuasaan atau tugasnya.
Dalam hal ini kita harus membedakan, bahkan lebih tegas
memisahkan antara organisasi itu sendiri, yaitu negara, dengan organ-organ atau
alat-alat perlengkapan, atau badan-badan yang menjalankan organisasi itu. Jadi
bila kita mempersoalkan pengesahan kekuasaan atau legitimasi dari organisasi negara, jangan
dicampur-adukkan dengan pengesahan kekuasaan atau persoalan legitimasi daripada
badan-badan yang menjalankan organisasi itu. Misalnya organisasi kekuasaan dari
negara kita sendiri, itu harus kita bedakan atau kita pisahkan dengan kepala
negaranya, majelis permusyawaratan rakyatnya, dewan perwakilan rakyatnya dan
seterusnya, yang memegang kekuasaan daripada organisasi negara itu. Selanjutnya
juga harus kita bedakan atau kita pisahkan antara Kepala Negara itu sendiri
misalnya, dengan orang yang memegang jabatan Kepala Negara itu.
Menagapa demikian ? hal tersebut adalah penting sekali, oleh
karena, misalnya, jatuhnya orang yang menjalankan atau memegang jabatan itu
atau organisasi itu, tidak pasti atau belum tentu mengakibatkan jatuhnya
organisasinya. Tetapi jatuhnya organisasi itu sendiri selalu membawa akibat
artian jatuhnya badan-badan yang menjalankan organisasi itu, dengan sendirinya
juga jatuhkan orang-orang yang memegang jabatan dari badan tersebut. (lihat:
Soehino, ilmu negara,Liberty,
Jogyakarta,1986, hlm. 160-162)
Sumber :
Soehino, ILMU NEGARA,
Liberty, Jogyakarta,1986
No comments :
Post a Comment