foto: http:infounik.org |
Di antara teori-teori yang
memberikan jawaban atas masalah atau pertanyaan, menurut sejarahnya yang paling
tua adalah teori kedaulatan tuhan, yaitu yang mengatakan bahwa kekuasaan
tertinggi itu yang memiliki atau ada pada tuhan.
Teori ini berkembang pada
jaman abad pertengahan, yaitu antara abad ke V sampai abad ke XV. Di dalam
perkembangannya teori ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan agama
baru yang timbul pada saat itu, yaitu agama Kristen, yang kemudian di organisir
dalam suatu organisasi keagamaan, yaitu gereja, yang dikepalai oleh seorang
paus.
Jadi pada waktu itu ada lalu
ada organisasi kekuasaan, yaitu: organisasi kekuasaan negara yang diperintah
oleh seorang raja, dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang
paus, karena pada waktu itu organisasi gereja tersebut mempunyai alat-alat
perlengkapan yang hampir sama dengan alat-alat perlengkapan organisasi negara.
Pada permulaan perkembangan
agama baru ini mendapatkan pertentangan yang sangat hebat. Oleh karena agama
baru ini dianggap bertentangan dengan paham atau kepercayaan yang dianut pada
waktu itu, yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, atau pantheisme. Banyak para
pemimpinya yang dikejar-kejar, ditangkap, dibuang, atau dibunuh, karena mereka
ini dianggap mengancam kedudukan dan kewibawaan raja. Tetapi karena keuletan
dan ketabahan daripara penganut-penganutnya, agama baru ini tidak musnah,
tetapi malahan akhirnya dapat berkembanag dengan baik dan diakui sebagai
satu-satunya agama resmi, agama negara.
Mulai saat itulah organisasi
gereja itu mempunyai kekuasaan yang nyata dan dapat mengatur kehidupan negara,
tidak saja yang bersifat keagamaan, tetapi sering-sering juga yang bersifat keduniawian, maka tidaklah
jarang kalau kemudian timbul dua peraturan untuk satu hal, yaitu peraturan dari
negara dan peraturan dari gereja. Selama antara kedua peraturan itu satu sama
lain tidak bertentangan, maka selama itu pula tidak ada kesulitan-kesulitan
dari para warga negara untuk mentaatinya. Tetapi bila peraturan-peraturan itu
saling bertentangan satu sama lain, maka timbullah persoalan, peraturan yang
berasal dari manakah yang berlaku, artinya antara kedua peraturan itu mana yang
lebih tinggi tingkatannya, dan peraturan itulah yang akan ditaati.
Tentang hal ini ada beberapa
ajaran atau teori, yang kesemuanya berasal dari penganut-penganut teori
teokrasi. Anatara lain adalah: Agustinus, Thomas Aquinas, dan marsilius.
Disamping itu masih banyak lagi, yang masing-masing memberikan ajarannya.
Persoalan mereka sebetulnya bukanlah mempersoalkan siapakah yang memiliki
kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu, karena dalam hal ini telah ada
persamaan pendapat, bahwa yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu
adalah tuhan. Tetapi yang dipersoalkan lebih lanjut adalah, siapakah di dunia
ini, konkritnya di dalam suatu negara itu, yang mewakili tuhan raja ataukah
paus.
Mula-mula dikatakan bahwa
yang mewakili tuhan didunia ini, jadi juga di dalam suatu negara, adalah paus,
ini adalah pendapat dari Agustinus. Kemudian dikatakan bahwa kekuasaan raja dan
paus itu sama, hanya saja tugasnya berlainan, raja dalam lapangan keduniawian,
sedangkan paus dalam lapangan keagamaan. Ini adalah pendapat dari Thomas
Aquinas. Perkembangan selanjutnya menitik beratkan kekuasaan itu ada pada
negara atau raja, ini adalah ajaran dari Marsilius.
Menurut ajaran Marsilius
raja itu adalah wakil daripada tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau
memegang kedaulatan di dunia. Akibat dari ajaran Marsilius ini maka pada
akhir-akhir abad pertengahan dan pada permulaan jaman berikutnya, yaitu jaman
renaissance adalah terasa sekali. Karena raja-raja merasa berkuasa untuk
berbuat apa saja menurut kehendaknya, dengan alasan bahwa perbuatannya itu
adalah sudah menjadi kehendak Tuhan. Raja tidak merasa bertanggung jawab kepada
siapapun kecuali kepada Tuhan. Bahkan raja merasa berkuasa menetapkan
kepercayaan atau agama yang harus dianut oleh rakyatnya atau warga
negaranya.
Keadaan ini semakin memuncak
pada jaman renaissance, terlebih setelah timbulnya ajaran dari Niccolo
Machiavelli, yang maksudnya semula adalah untuk mengatasi perpecahan dan
kekacauan negara, dengan ajaran staatsraisen-nya. Maka yang semula orang
mengatakan, bahwa hukum yang harus ditaati itu adalah hukum Tuhan, sekarang mereka
berpendapat bahwa hukum negaralah yang harus ditaati, dan negaralah
satu-satunya yang berwenang menentukan hukum. Dengan demikian timbul ajaran
baru tentang kedaulatan, yaitu kedaulatan negara.(lihat:Soehino,Ilmu
Negara,Liberti,Yogyakarta,1986,hlm.152-154)
Sumber:
Soehino,Ilmu Negara,Liberti,Yogyakarta,1986
No comments :
Post a Comment