Sebelum isu
emansipasi dan kesetaraan gender hangat diperbincangkan, beberapa abad yang
lalu wanita Aceh telah menikmati kesetaraan hak nya dengan laki-laki, wanita bukan hanya
dijadikan juru masak atau tukang bersih-bersih rumah bahkan mempunyai kedudukan yang mulia serta
tanggung jawab yang besar dalam pemerintahan. Jika kita dengar kata perang,
militer dan pemerintah itu sangat diidentikan dengan kaum pria karena tugas
seberat itu mayoritas sangat didominasi oleh kaum pria, maka sejarah telah
mencatat bahwa ada sejumlah wanita tangguh yang mempunyai peran dan tanggung jawab yang
besar dalam kerajaan dan perjuangan aceh.
Karena itu, adalah suatu hal yang Iogis kalau
sejarah telah mencatat sejumlah nama wanita yang telah memainkan peranan yang
amat penting di Tanah Aceh, sejak zaman Kerajaan Islam Perlak sampai kepada
Kerajaan Aceh Darussalam diantara nya adalah.
1. Puteri
Lindung Bulan, anak bungsu dari Raja Muda Sedia yang memerintah Kerajaan
Islam Benua/Teuming pada tahun 753 - 800 H. (1333 - 1398 M)
2.
Ratu Nihrasiyah Rawangsa Khadiyu, yang
menjadi Raja terakhir dari Kerajaan Islam Samudra/Pase, yang memerintah dalam tahun
801-831 H. (1400-1428 M)
3. Laksamana
Malahayati, seorang janda-muda yang menjadi Panglima dari Armada Inongbale (Armada
Wanita-janda), yang dibangun oleh Sulthan Alaiddin Riayat Syah Saidil Mukammil,
yang memerintah dalam tahun 997-1011 H. (1589-1604 M )
4. Ratu
Safiatuddin, yang memerintah Aceh dalam tahun 1050-1086 H (1641-1675 M)
5. Ratu
Naqiatuddin, yang memerintah Aceh dalam tahun
1086-1088 H (1675-1678 M)
6.
Ratu Zakiatuddin, yang
memerintah Aceh dalam tahun 1088-1098 H (1678-1688 M)
7.
Ratu Kamalat, yag
memerintah Aceh dalam tahun 1098-1109 H (1688-1699 M)
8.
Cut nyak Dhin, yang
setelah suaminya, Teuku Umar, Syahid dia mengoper pimpinan perang. Dalam
keadaan telah buta, Cutnyak Dhin ditawan dan dibuang ke Jawa.
9.
Teungku Fakinah, seorang
wanita-Ulama yang menjadi pahlawan; memimpin sebuah resimen dalam Perang Aceh,
dan setelah usai perang, Fakinah mendirikan pusat pendidikan Islam yang bernama
Dayah Lam Diran.
10.
Cut Meutia, seorang
pahlawan wanita yang selama 20 tahun memimpin perang gerilya dalam hutan-hutan
Pase, yang kemudian syahid, karena telah bersumpah tidak akan mau menyerah hidup
kepada Belanda.
11.
Pecut Baren, seorang
pahlawan wanita bertahun-tahun memimpin peran terhadap Belanda (1898-1906),
sehingga beliau tertawan dalam mempertahanka bentengnya setelah luka parah
(1906).
12.
Pocut
Meurah Intan, Srikandi
yang juga bernama Pocut Biheu, bersama putera puteranya, Tuwanku Muhammad,
Tuwanku Budiman dan Tuwanku Nurdin, berperang tanpa kenal menyerah
bertahun-tahun untuk menghadapi tentara Belanda, dan dalam keadaan luka parah
ia dapat ditawan dalam tahun 1904, demikian pula Puteranya Tuwanku Nurdin,
sedangkan puteranya Tuwanku Muhammad telah syahid dalam tahun 1902.
13.
Cutpo
Fatimah, seorang
pahlawan wanita yang menjadi teman seperjuangan Cut Meutia, puteri dari seorang
ulama besar, Tengku Khatim atau Teungku Chik Mata Ie. Cutpo Fatimah bersama
suaminya, Teungku Di barat, melanjutkan perang setelah Cut Mutia dan suaminya syahid, sehingga
dalam pertempuran pada tanggal 22 Februari 1912, Cutpo Fatimah dan Suaminya
syahid bertindih badan.
Itulah para
wanita tangguh yang menjadi pahlawan Aceh,
Sejak dari Kerajaan Islam Perlak, Kerajaan Islam Samudra/Pase sampai-sampai kepada
Kerajaan Aceh Darussalam para wanita tangguh ini mempunyai peran yang sangat
besar, Islam telah diambil menjadi dasar negara, dan sumber hukumnya,
yaitu Qur’an, Sunnah, Ijmak dan Qiyas.
Dalam Adat
Meukuta Alam (Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh Darussalam) tersebut. Kanun
Maukuta Alam Al Asyi, yaitu :
Al Qur-an,
Al Hadis,
Ijmak Ulama Ahlus Sunnah,
Al Qiyas.
Karena Islam telah diambil menjadi Dasar Negara dan Qur-an serta
Sunnah telah dinyatakan sebagai sumber hukum, maka kedudukan wanita dalam
Kerajaan Aceh Darussalam, disesuaikan
dengan
ketentuan-ketentuan Al Qur-an dan Sunnah. Al Qur-an telah menegaskan, bahwa
manusia diciptakan dari sumber yang satu, yaitu dari Adam, baik pria ataupun
wanita, baik yang berkulit putih
ataupun yang berkulit hitam. Karena itu, kedudukan pria dengan wanita sama ; manusia sama derajat dalam pandangan Allah :
Bertakwalah kepada Allah, yang telah menciptakan kamu dari satu sumber
(Adam), dan dari sumber itu sendiri Allah menciptakan istri nya (Hawa). Dan kemudian daripada keduanya, Allah
mengembangbiakkan pria dan wanita yang banyak. Bertakwalah kepada Allah ,dimana
dengan namanya kamu saling-minta dan
saling-ikat silaturrahim.sesungguh nya Allah senantiasa mengawasi kamu. (Q.S.
An Nisa : 1)
Menurut pandangan Islam, bahwa hak dan kewajiban
pria dengan wanita sama dalam masyarakat bangsa dan dalam masyarakat dunia.
Kalaupun ada berlebih dan berkurang, semata-mata terletak pada nilai takwanya :
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu terdiri dari pria dan wanita, dan Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah saling-kenal satu sama
lain. Sesungguhnya orang yang paling terhormat diantara kamu di sisi Allah,
yaitu orang yang paling tinggi nilai takwa- nya (Q.S. Al Hujurat: 13)
Perintah menyembah Allah diiringi dengan
perintah berbuat bakti kepada ayah/bunda. Pembaktian anak kepada ayah (pria)
dan bunda (wanita) sama derajatnya :
Hendaklah kamu
beribadat kepada Allah dan janganlah mempersekutukannya dengan sesuatu. Dan hendaklah
kamu bakti kepada ayah-bundamu. (Q.S. An Nisa : 36)
Orang-orang Mukmin
yang mengerjakan amal-salih, baik ataupun wanita; mereka akan masuk sorga, dan
sedikitpun mereka tidak dianiaya. (Q.S. An Nisa :124)
Dalam Al Qur-an terdapat ayat-ayat yang
mencgaskan, bahwa tiap-tiap Mukmin yang berusaha, baik pria ataupun
wanita, pasti akan mendapat balasan dan pahala sesuai dengan kadar amalannya,
antaranya :
Janganlah kamu
irihati terhadap kurnia Allah yang berlebih berkurang di antara kamu. Untuk kaum
pria yang berusaha akan mendapat hasil menurut kadar usahanya ; demikian pula
untuk kaum wanita yang berusaha, mereka akan mendapat hasil sesuai dengan
usahanya. Mintalah kurnia Allah, sesungguhnya Allah mengetahui segala-galanya.
(Q.S. An Nisa : 32)
Betapa besar perhatian Allah kepada kaum wanita, antara
lain terbukti bahwa dalam al Qur-an terdapat sebuah surat yang bernama
"Surat An Nisa", Surat Wanita, di mana di dalamnya banyak dibicarakan
masalah-masalah yang ada sangkut-paut dengan wanita dan masyarakatnya.
Dalam masalah
jihad atau perang, dalam masalah negara, menurut Islam kewajiban pria dan
wanita sama, artinya sama-sama wajib berjihad untuk menegakkan Agama Allah,
sama-sama wajib berjihad untuk membela tanah-air, sama-sama wajib bekerja untuk
memimpin dan membangun negara, seperti yang dapat dipahami dari Hadis-Hadis berikut
:
Menurut sebuah Hadits
yang diriwayatkan Imam Bukhari dari seorang Sahabat - Wanita, yang mengatakan :
Kami pergi berperang bersama Rasul Allah, di mana antara lain tugas kami
menyediakan makan dan minum bagi para prajurit ; mengembalikan anggota tentara
yang syahid ke Madinah. (HR. Bukhari
.
Seorang
Shahabat-Wanita yang lain berkata : Kami ikut perang bersama Rasul Allah sampai
tujuh kali, di mana kami merawat perajurit yang luka, menyediakan makanan dan
minuman bagi mereka. (HR Bukhari)
Mengenai hak
wanita untuk memegang jabatan-jabatan dalam negara, jabatan yang tertinggi,
dinyatakan boleh asal mereka sanggup dan mempunyai pengetahuan untuk
bidang-bidang jabatan yang akan dipegangnya; sama seperti hak pria dalam hal
tersebut.
Dalam sebuah
kitab yang bernama "Safinatul Hukkam" ditegaskan bahwa wanita boleh
menjadi raja atau Sulthan, asal memiliki syarat-syarat kecakapan dan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan dalil-dalil ayat Al Qur-an
dan Hadis-Hadis Nabi serta Pendapat para Ulama, maka Kerajaan Islam Perlak,
Kerajaan Islam Samudra/Pase dan Kerajaan Aceh Darussalam, telah memberi kepada
kaum wanita Aceh hak dan kewajiban yang sama dengan kaum pria.
Daftar Pustaka:
A Hasjmy, 59 TAHUN Aceh
Merdeka di bawah Pemerintahan Ratu, cetekan I, Bintang Bulan, Jakarta, 1977
No comments :
Post a Comment